Halaman

To kaili leee........

Jumat, 05 Oktober 2012

Sejarah Singkat Desa Pakuli

Penamaan desa pakuli tidak luput dari tradisi masyarakat Sulawesi Tengah yang memberikan penamaan pada kampung, termaksud benda-benda alam seperti sungai, gunung, dan tempat-tempat tertentu yang sering kali dikaitkan dengan adanya peristiwa yang terjadi pada suatu masa, yang sering kali dikenal dengan mitos.
Menurut cerita yang ada, kisah mengenai asal usul desa pakuli konon sejarahnya berhubungan dengan proses terbentuknya tanah kaili bahkan dataran Sulawesi. Yakni dimulai dengan munculnya tanah seukuran segenggaman tanah yang menurut bahasa local disebut “tanah sanggamu” yang kemudian berubah menjadi seperti alepu/alif (huruf abjad arab yang pertama) kemudian berubah dan bertambah ukurannya sebesar “tarunggu” (segundulan tanah) dan kemudian bertambah lagi hingga membentuk “payu” (payung). Hingga bertambah besar ukurannya yang berbentuk menyerupai “ompa posaba” (tikar), lalu terjadi proses dimana digambarkan sebagai tana noili mpo uve, uve noili mpo tanah artinya tanah mengalir bagaikan air, dan air mengalir bagaikan tanah, sehingga pada akhirnya terbentuklah daratan, dan oleh karena proses kejadian tersebut maka daratan tersebut diberi nama Tanah Kaili, daratan ini terus bertambah ukuran luasnya dan berubah pula bentuknya menjadi pulau Sulawesi seperti saat ini. Demikian seperti yang digambarkan diatas, kisah mengenai adanya desa pakuli diawali dari tanah sanggamu yang saat ini lokasinya menurut pengetahuan to pakuli (orang pakuli) terletak di puncak Gunung Nokilalaki, dan dilokasi tersebut dahulunya telah didiami oleh masyarakat yang dipimpin oleh suami isteri bernama Rampa Dunia dan Rampa Tana. 
Beberapa waktu kemudian, pasangan ini menuruni puncak Gunung Nokilalaki untuk memindahkan pemukimannya, sehingga akhirnya pasangan ini menemukan lokasi pemukiman yang datar dan menamakan lokasi ini Vanentina (dataran tinnggi). Di Vanentina, pasangan Rampa Dunia dan Rampa Tana di anugerahi oleh tujuh putra, anak pertamanya diberi nama Simoa Lemba. Ketujuh putranya menjadi penguasa di Vanentina ini, namun Simao Lemba menjadi pemimpin menggantikan orang tuanya.
Kemudian Simao Lemba menuruni Vanentina untuk memindahkan pemukimannya dan tanahnya berwarna keemasan, sehingga lokasi ini dinamakan tanah mbulava (tanah emas). Beberapa waktu berselang kemudian pemukiman ini dipindahkan lagi ketempat yang lebih rendah disebuah lokasi yang dinamakan tanah Vobo (pintu). Penamaan Vobo tersebut dilatar belakangi, oleh karena ketika mencari pemukiman baru mereka menemukan sebuah jalan yang menyerupai pintu. Setelah mereka bermukim beberapa lama di tanah Vobo, kemudian berpinda lagi ketempat yang lebih rendah hingga menemukan suatu tempat yang banyak ditumbuhi sirap yang dalam bahasa ado (bahasa local to pakuli) disebut “anggi”, sehingga tempat ini disebut tanaggi (tanah yang banyak ditumbuhi anggi/sirap).

0 komentar:

Posting Komentar